Mengapa Menulis?
- Aditya Permana
- Oct 23, 2018
- 2 min read

"Apa alasan seseorang menulis?"
Tentu pertanyaan tersebut adalah sebuah pertanyaan yang bodoh. Disebut bodoh karena tidak mungkin kita tahu jawaban pasti dari pertanyaan tersebut, karena pada dasarnya alasan seseorang menulis itu hanyalah diketahui oleh orang itu sendiri, kita sebagai observer tidak mungkin mampu memahami alasan tersebut tanpa informasi tambahan. Kita tidak tahu "seseorang" itu siapa dan karenanya sulit untuk mencari tahu juga "seseorang" tersebut sedang "menulis" apa, sehingga sulit bagi kita mencari tahu alasan mengapa "seseorang" itu "menulis".
Tapi satu hal yang pasti adalah semua tindakan memiliki alasan, yang mana menulis juga termasuk ke dalamnya. Seseorang yang menulis - atau kita sebut sebagai penulis - memiliki alasan mengapa dirinya menulis sesuatu. Sebagai contoh adalah seorang pelajar yang tengah menuntut ilmu di sekolah, dia menulis apa yang gurunya tulis di papan tulis, sudah pasti dirinya melakukan hal tersebut dengan suatu alasan. Alasan tersebut bisa dikarenakan dirinya diperintahkan oleh gurunya, atau karena untuk catatan agar bisa dipelajari di rumah, dan lain sebagainya. Akan ada banyak asumsi-asumsi tentang alasan mengapa pelajar tersebut menulis, dan dari semua asumsi yang diberikan, tidak ada satupun yang benar sebelum observer menanyakan langsung kepada pelajar itu sendiri.

Walaupun begitu, asumsi yang paling besar kemungkinannya untuk benar ketika membahas tentang "alasan mengapa seseorang menulis?" adalah karena penulis ingin agar tulisannya dibaca. Tulisan adalah salah satu bentuk karya (ciptaan) yang masuk ke dalam golongan karya sastra. Semua pencipta karya pasti ingin karyanya diapresiasi oleh orang lain, baik keinginan tersebut secara sadar maupun tidak sadar. Penulis tidak membutuhkan apresiasi berupa materi atau pujian, hanya dengan dibaca saja karya sastranya, penulis sudah merasa bahwa orang-orang telah mengapresiasi karyanya.

Dalam sebuah tulisan terkandung pemikiran, ide, pandangan dan pendapat seorang penulis sehingga bisa dibilang bahwa tulisan merupakan sebuah cerminan diri penulis. Bayangan penulis dari cermin tersebut bisa semakin jelas atau bahkan semakin kabur tergantung bagaimana penulis ingin menunjukkan dirinya kepada orang-orang, penggunaan kata-kata menjadi kamuflase bagi penulis untuk menyembunyikan dirinya, namun di saat bersamaan pula dia menunjukkan tanda-tanda agar pembaca menemukan dirinya. Bagaikan seorang anak kecil yang bermain Hide and Seek (Petak Umpet), berupaya sembunyi dari penjaga namun tetap tertawa dari tempat persembunyiannya untuk menunjukkan keberadaannya.
Tulisan menjadi sebuah sarana bagi penulis untuk ditemukan, untuk disadari keberadaanya. Karena tulisan adalah bentuk lain dari sebuah komunikasi, maka tulisan berisikan pesan-pesan penulis agar pembaca menyadari keberadaan dan memahami dirinya. Sehingga penulis membuat sebuah tulisan dalam upaya untuk berkomunikasi dengan pembaca, untuk memperkenalkan dirinya kepada pembaca melalui tulisannya dan agar pembaca ikut memahami dirinya.
Komunikasi melalui tulisan adalah sebuah upaya komunikasi yang tidak efisien, karena memiliki kecenderungan multitafsir sehingga mempersulit upaya mencapai kesepahaman antara pembaca dengan penulis dan memperkecil kemungkinan bagi pembaca untuk berkomunikasi dengan penulis. Namun itu pun juga termasuk ke dalam keinginan dalam diri penulis, sebagaimana dirinya tidak ingin sembarang orang menemukan dirinya. Hanya pembaca yang paham dengan pemikirannya dan sadar akan keberadaan dirinya sajalah yang akan melampaui tantangan dalam komunikasi melalui tulisan, dan itulah bentuk tertinggi dari sebuah apresiasi terhadap dirinya dari pembaca tulisan-tulisannya.
Comments